Kamis, 03 September 2009

Adik Menang......Kakak Kalah !



Perayaan Hardiknas dan Harlah TG/TK Al-Azhar Bukit Permata Puri Semarang belum juga dilaksanakan, yang sibuk para orang tua. Maklum saja, ada lomba berpakaian adat.
Yang lain sibuk kami santai saja...soalnya biarpun Amal dan Akbar ikut juga tapikan mereka Lelaki, ga repot deh ngedandanin.
Saya dapet tugas nyari gambar pakaian adat buat anak laki di inet, dengan syarat simpel biar mudah ditiru. Alhasil kami sepakat mendesain pakaian Melayu. Hehehe...modalnya hanya baju koko (mereka udah punya) plus kain songket semeter ajah buat sarung dan ikat kepala. Ntar deh kami upload gambar mereka berpakaian adat.
Hari H
Seperti telah diduga...mesti aja ada anak yang rewel sebelum lomba dimulai. Amal dan Akbar malah sibuk sendiri bikin capek ibunya.
Azzam, 6 bln, saya gendong tuh, dan kebiasaan dia molor ajah g peduli musik keras juga. pokoknya mumpung digendong ayah..tidur.
Satu persatu anak tampil sesuai nomor urut....sampai nomor 9...sambutan penonton datar. Saya pun asyik duduk sambil becanda dengan Azzam. Tiba-tiba nomor 10...orag bersorak-sorak,langsung deh berdiri soalnya itu nomornya Amal. Rupanya Amal sedang bergaya di panggung sambil senyum2....applaus lagi buat dia. Kok bisa dia ya....hehehe
Sementara saat Kakaknya....tampl malu2.
Tingkah polah orang tua menggelikan, yang lomba anaknya eh mereka yg nervous, ada yang marah2 anaknya g mau tampil sampe dipukul...duh kasian banget deh.
Mungkin dia g tertarik acara gini, ya jangan dipaksa. Ah, mungkin tu ibu kesel, udah ke salon pagi2, keluar uang..eh anaknya ngadat g mau naek panggung. Anyway...apapun alesannya g boleh gitu ya.
Amal Menang
Yup...seperti dugaan ibu2....Amal dapet juara 2 kategori Play Group. Bangga banget dia naek panggung dikasih suvenir ama piala. Pengennya dia tuh piala diangkat tinggi2 di panggung, tapi g kesampaian soalnya langsung disuruh turun...hahaha...dia pengen kayak pembalap katanya.
Dalam perjalanan pulang Amal bilang "Amal menang..kakak kalah", si kakak cemberut, saat di rumah kakak bete banget....masuk rumah....jedug...Amal ditonjok.....waduh!

Anak MAHAL ???


"Wah,si fulan anak mahal"...mungkin pernah dengar ungkapan ini? Yup, biasanya ungkapan ini disampaikan orang jika begitu besar biaya yang dikeluarkan orang tuanya demi kelahiran si fulan. Bisa karena lama pasangan tersebut belum juga dikaruniai anak, sehingga segala usaha dilakukan, rasional maupun irasional. Dari terapi ke dokter, urut, minum jamu sampai ke paranormal.


Atau bisa juga karena ada kelainan pada janin atau ibunya mengakibatkan perlu melakukan pengobatan yang cukup mahal. Atau juga, dalam proses kelahiran melalui tindakan operasi caesar. Jika semua itu terjadi, mungkin keluarga/tetangga/teman akan mengatakan....anak mahal.


Mmm, persis ni dengan kasus Azzam, anak ke3. Dugaan adanya aneurisma abdominalis pada istri mengakibatkan sangat disarankan tidak melalui persalinan normal. Biaya operasi memang lumayan buat kami, tapi kami berusaha aja dan menjalaninya.


Tepat deh, ada aja yg kommen..wah Azzam anak mahal ya....bla...bla...bla.


Huh,aneh...kalo ada anak mahal so ada anak murah dunk??? bagi kami ga ada tuh mikir Azzam anak mahal karena menghabiskan hampir 10juta...sementara untuk proses kelahiran kedua kakaknya tidak jauh dari 1 juta, coz di bidan aja.


Persis dengan istilah anak kesayangan....sangat berkesan sayang ortu sama anak ada level/tingkatannya. So, kami ga pake tuh, semua anak disayang dan kesayangan.


Karena anak adalah amanat!




*) aneurisma abdominalis=pelebaran pembuluh darah di perut, sangat berbahaya jika terjadi kontraksi yang dapat mengakibatkan pembuluh darah ini pecah dan terjadi perdarahan.

Selasa, 01 September 2009

Makan Bersama Resep Untuk Keluarga Lebih Harmonis

Dr. Rose Mini, M.Psi, psikolog dari Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, mengutip hasil penelitian Teri L Burgess-Champoux, School of Public Health di University of Minnesota, yang melibatkan 677 remaja, tahun 1998 -2004. Makan bersama secara rutin selama masa peralihan, dari awal sampai pertengahan masa remaja, secara positif berdampak pada perkembangan perilaku sehat bagi pemuda, begitu menurut hasil penelitian tersebut.

Menurut Dr. Rose Mini, “Makan bersama bukan sekadar mengenyangkan perut saja, tapi juga mengenyangkan jiwa (soul food), memunculkan emosi positif bagi keluarga karena ada interaksi antaranggota keluarga sehingga dapat menciptakan hubungan yang erat dan harmonis. Namun, yang perlu diingat, bahwa pada saat makan bersama, hendaknya anggota keluarga saling menyimak dan menunjukkan empati kepada lawan bicara dan bukan sekadar basa-basi, serta mendengarkan sambil lalu, agar tercipta sebuah dialog positif.”

Pada tahun 2008, Unilever mengadakan penelitian terhadap 6.000 responden di 12 negara untuk mengetahui budaya makan bersama keluarga. Di Indonesia, penelitian ini dilakukan di Jakarta dengan 500 responden dengan rentang usia 18-65 tahun dengan jumlah responden imbang laki-laki dan perempuan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa telah terjadi perubahan budaya makan bersama keluarga yang disebabkan oleh gaya hidup modern.

Cara untuk mengembalikan budaya makan bersama ini? Tentu kembali lagi dengan komitmen dan komunikasi di antara keluarga. Harus ada yang memulai untuk melakukan kegiatan ini. Setidaknya peran orangtua, misal ibu yang senantiasa mencipta suasana makan yang kondusif bersama keluarga. Lengkapi dengan hidangan lezat bergizi dan disukai anggota keluarga. Harus ada komitmen dari setiap anggota keluarga untuk sampai di rumah lebih awal dan meluangkan waktu agar dapat makan bersama beberapa kali tiap minggu, mengurangi bepergian dan makan di luar rumah, mengurangi aktivitas di depan televisi, komputer, video game, telepon genggam, dan alat komunikasi lain. Ini penting, agar mendapatkan interaksi tatap muka dan interaksi yang akrab. Keluarga yang makan bersama, lebih besar kemungkinannya untuk selalu terus bersama.(kmp) www.suaramedia.com

DALAM keluarga, makan bersama merupakan media untuk memberikan nilai, norma serta sistem. Bagaimana menyampaikan kasih sayang lewat makanan. Namun, bisa dilihat di Indonesia, ajang makan bersama keluarga makin terlihat jarang. Padahal, makan bersama sangat penting dalam memperkuat ketahanan keluarga.

Makan bersama bisa menjadi media utama afeksi melalui tatapan, serta sentuhan. Selain itu dapat memperkuat harmonisasi keluarga (suami-istri, orangtua, dan anak). Makan bersama merupakan media untuk jatuh cinta pada anggota keluarga. Bisa menjadi tempat sharing, berbagi informasi, serta kasih sayang.

Untuk Anda yang ingin mengetahui lebih jauh mengenai manfaat dari makan bersama, Dr Erna Karim, sosiolog keluarga dari FISIP Universitas Indonesia memberikan pemaparannya.

"Sebagai anak, ajang makan malam bersama bisa dilanjutkan dengan obrolan-obrolan santai. Bisa di meja makan, ataupun berpindah tempat di halaman depan rumah. Sebagai sosok istri, duduk sambil sesekali menyentuh dan mengusap kepala, telinga, punggung, serta lengan suami bisa sebagai tanda begitu meluapnya rasa cinta dan kasih untuk pasangannya. Sebagai seorang ibu, duduk di hadapan anak menguatkan pesan, nilai, norma serta kasih sayang lewat makanan," ujar Dr Erna saat peluncuran gerakan "Ayo Makan Bersama!" Royco di Restoran Bunga Rampai, Menteng, Jakarta Pusat, beberapa waktu lalu.

Ditambahkan wanita berkerudung ini, kebiasaan makan bersama merupakan resosialisasi yang bisa membawa nilai dan norma di tengah-tengah keluarga.

"Resosialisasi ialah mengenalkan kembali. Makan bersama sangat penting, karena orangtua sebagai agen utama, yaitu agen perubahan. Kalau tidak ada makan bersama, bagaimana orangtua bisa memberikan nilai dan norma di dalam keluarga," imbuhnya.

Senada dengan Dr Erna, psikolog keluarga dari Fakultas Psikologi UI Dr Rose Mini MSi yang turut hadir pada kesempatan tersebut juga memaparkan manfaat makan bersama.

"Kebiasaan makan serta postur tubuh dapat dibangun melalui makan bersama. Pola duduk, cara makan dapat terlihat ketika ajang makan bersama. Disiplin dimulai dari makan bersama. Sehingga makan jadi lebih teratur dan dapat terhindar dari maag," jelas wanita berkacamata itu.

Lebih lanjut, psikolog keluarga dari Fakultas Psikologi UI ini menjelaskan bahwa kebiasaan makan bersama menjadi ajang ibu mentransfer norma kepada buah hatinya.

"Dengan makan bersama, itu merupakan media ibu mentransferkan norma ke anak. Ada kegiatan di mana kita bisa saling berempati, dan makan bersama bisa menjadi media tersebut. Selain itu, makan bersama dapat membangun keharmonisan keluarga, dan melatih individu dalam memecahkan masalah," imbuhnya.

Nah, jadikan makan bersama sebagai rutinitas keluarga Anda! (nsa)